Pada undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :
1.
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan
dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik Iainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
Undang-undang
Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan
telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis
dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar
kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta
meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat
mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan
teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan
penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian
dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah
merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor
swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penquasaan teknologi
telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat
internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai
salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi,
telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai
negara yang aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar
kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan
multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan
diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services
(GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan
telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global,
yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak
diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan
penyelenggaraan telekomunikasi.
Pada UU No. 36 tentang Telekomunikasi
II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian
hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan
bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan
merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa.
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi:
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e.
melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang
digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g.
menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang
digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i. mengadakan penghentian penyidikan.
(3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat
(2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat
(1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat
(1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara
komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa
memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai
dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling
lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan
dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal
52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal
51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah
kejahatan.
Dari semua pembahasan di atas maka kesimpulan yang
dapat saya ambil bahwa undang-undang no 36 tidak mempunyai keterbatasan
jadi siapa saja boleh mengirimkan dan menerima segala bentuk informasi
dan dalam hal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dunia
telkomunikasi diatur pada pasal 22 dengan itu masyarakat dapat menikmati
telekomunikasi dengan baik dan nyaman.
sumber :
http://andryandutagama.blogspot.nl/2015/06/undang-undang-nomor-36-tentang.html
http://hadirwong.blogspot.com/2013/04/penjelasan-uu-no36-tentang.html
http://www.scribd.com/doc/30814218/UU-No-36-Th-1999-Tentang-Telekomunikasi-Penjelasan
http://komukblangsak.wordpress.com/2012/12/05/bab-vii-uu-no-36-telekomunikasi-berisikan-azas-dan-tujuan-telekomunikasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar